aaWnxJmZI5JY8FKCUvVg7FjFvZvkz69jLNXN7cby

Perang Rakyat Padri Terhadap Pemerintah Hindia Belanda

Perang Rakyat Padri Terhadap Pemerintah Hindia Belanda

Dibawah pimpinan pemerintah Hindia Belanda kondisi yang dialami bangsa Indonesia tidak lantas membaik. Disini rakyat justru menderita atas kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial dengan mementingkan Belanda.

Dengan begitu, banyak muncul perlawanan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Seperti halnya perlawanan yang terjadi di daerah Minangkabau.

Berikut ini penjelasan mengenai Perang Padri mulai dari latar belakang, proses peperangan, dan akhir peperangan.

Latar Belakang

Perang Padri berawal dari konflik antara kaum adat dan kaum padri. Kaum adat adalah masyarakat asli Minangkabau yang memegang teguh adat dan menjalankan tradisi lama, seperti sabung ayam, mabuk-mabukan, dan berjudi.

Adapun kaum padri adalah kelompok ulama yang baru pulang dari Mekah dan ingin mengubah masyarakat muslim Minangkabau untuk menjalankan ajaran Islam secara murni.

Gerakan perubahan yang digerakkan oleh kaum padri mendapat tentangan dari kaum adat. Dalam perkembangannya, kaum adat kemudian bekerja sama dengan Belanda.

Akhirnya, terjadilah Perang Padri yang terbagi menjadi tiga periode yaitu, 

  • Fase pertama (1821-1825)
  • Fase kedua (1825-1830)
  • Fase ketiga (1830-1838)


Proses Peperangan

Pasukan Padri dalam perang pertama dipimpin oleh Tuanku Pasamah dan Tuanku Nan Renceh. Dalam perang ini, kaum Padri menang telak atas Belanda dan kaum Adat.

Pada tanggal 26 Januari 1824 Belanda mengadakan kesepakatan dengan kaum Padri untuk melakukan gencatan senjata. Akan tetapi, masa damai tersebut justru dimanfaatkan Belanda untuk mengambil kembali wilayah yang dikuasai kaum Padri.

Adapun fase kedua Perang Padri terjadi bersamaan dengan Perang Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda menunda Perang Padri dengan mengutus Sulaiman Aljufri untuk meminta agar Tuanku Imam Bonjol bersedia berdamai dengan Belanda.

Kesepakatan damai antara kaum Padri dan Belanda akhirnya terlaksana melalui Perjanjian Padang yang ditanda tangani pada tanggal 15 November 1825. 

Berikut ini isi dari Perjanjian Padang antara kaum Padri dan Belanda.

  • Belanda mengakui kekuasaan daerah Kaum Padri yang meliputi Batusangkar, Padang Guguk Sigandang, Bukittingi, Agam, dan Saruaso, serta menjamin berjalannya sistem keagamaan di daerah tersebut.
  • Kedua Pihak sepakat untuk saling menahan diri dan tidak akan saling menyerang.
  • Kedua pihak akan saling melindungi orang yang melintas di daerah-daerah tersebut dan menjamin keamanan para pedagang.
  • Belanda melarang praktik sabung ayam.

Setelah Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, Belanda mengerahkan kembali pasukan ke Sumatra Barat untuk menghadapi kaum Padri. Belanda menerapkan taktik benteng stelsel untuk mempersempit ruang gerak kaum Padri. 

Dalam perang Padri tahap ketiga (1830-1838), kaum Adat yang merasa dirugikan oleh Belanda bergabung dengan kaum Padri. Kaum Padri dan kaum adat kemudian bergerilya melawan pasukan Belanda.


Akhir Peperangan 

Pada bulan Oktober 1837 Belanda berhasil menangkap Imam Bonjol dan mengasingkannya ke Manado. 

Penangkapan Imam Bonjol tersebut mengakhiri perlawanan kaum Padri di Minangkabau.


Semoga Bermanfaat!

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar